Jumat, 05 Juni 2009

COST-EFFECTIVE SERVICE EXCELLENCE: Contoh Penerapan di Singapore Airlines

Industri penerbangan merupakan salah satu industri yang paling kompetitif, dan secara trend selalu mengalami perkembangan pesat. Dari data pada jurnal International Civil Aviation Organization (ICAO) tahun 2004, pada tahun 2003 saja terdapat 896 jadwal penerbangan yang membawa sekitar 1,657 miliar penumpang yang hampir setara dengan 25% penduduk dunia. Dan angka ini diprediksikan akan terus bertambah. Di sisi lain, jumlah maskapai penerbangan juga turut bertambah yang mengakibatkan terjadinya kompetisi yang ketat.

Agar bisa bersaing, perusahaan maskapai dituntut mampu meningkatkan profit namun disisi lain juga bisa menekan biaya seefektif mungkin. Hal ini tentu tidak mudah karena ada area-area yang tidak bisa dikontrol oleh perusahaan maskapai tersebut seperti regulasi, harga bahan bakar yang naik, biaya-biaya di airport dan lain-lain.

Sehingga muncullah inovasi-inovasi baru dalam bisnis penerbangan seperti membuat penerbangan dengan tarif rendah (low cost airlines/budget carriers). Maskapai ini memberikan tarif rendah dengan gantinya menghapus beberapa layanan penumpang yang biasa. Melalui berbagai media, cara ini menghasilkan banyak maskapai dengan harga tiket yang rendah dan layanan yang terbatas karena biaya operasinya.

Konsep ini diperkenalkan di Amerika Serikat oleh Southwest Airlines yang memulai penerbangannya pada 1971 dan mendatangkan keuntungan tiap tahunnya sejak 1973 sebelum menyebar ke Eropa pada awal 1990-an dan seluruh dunia.

Ditengah situasi yang serba ketat, banyak maskapai yang berhasil dan mampu bersaing, namun ada juga yang gagal. Salah satu maskapai penerbangan yang sangat menonjol adalah Singapore Airlines (SIA). Berdiri pada tahun 1947, saat ini melayani 103 tujuan di 41 negara. Setelah beroperasi lebih dari 60 tahun mampu menjadi perusahaan penerbangan terbaik di dunia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan SIA antara lain: brand reputation, armada pesawat baru, biaya staf yang rendah, mampu berespon baik terhadap krisis, strategi aliansi dan akuisisi yang berhasil, kemampuan untuk responsif terhadap persaingan serta mampu mengedepankan pelayanan prima.

Michael Porters sang mahaguru manajemen mengatakan bahwa perusahaan punya dua pilihan untuk bisa bersaing, differentiation atau cost leadership. Dua hal ini diyakini saling bertolak belakang, sehingga perusahaan harus memposisikan dirinya di salah satu sisi. Banyak diskusi dan perdebatan apakah dua hal ini bisa dilakukan bersama-sama. Namun SIA merupakan bukti nyata yang mampu membuktikan bahwa kedua hal tersebut bisa dilakukan sejalan. Lebih lanjut SIA dianggap berhasil menerapkan cost-effective service excellence karena mampu mengintegrasikan service excellence leadership dan cost-leadership.

Prestasi luar biasa Singapore Airlines dalam memberikan pelayanan prima, dibuktikan dengan ratusan penghargaan telah diraih, seperti di awal tahun 2009 untuk bulan januari saja, SIA telah mendapatkan banyak penghargaan seperti: dari Business Traveller Germany Travel Awards 2008 sebagai Best Airline to North/South America dan Best Airline to Asia/Pacific, Best International Airline dan lain-lain.

Dari sisi cost-leadership, keberhasilan SIA dapat dilihat data-data di bawah ini:

Gambar-1. Labour cost as a percentage of total operating cost


Gambar-2. Differences in airline productivity

scan0001.jpgscan0001.jpg

scan0001.jpgPenerapan cost-effective service excellence SIA didukung oleh lima pilar seperti gambar di bawah ini:

Gambar-4. The five pillars supporting SIA’s cost-effective service excellence


Kelima pilar akan dijelaskan secara singkat berikut ini:

a. Rigourous Service Design and Development

SIA memiliki service development department yang secara berkala dan berkelanjutan melakukan perbaikan dan inovasi untuk meningkatkan layanan, mulai dari melakukan riset, ujicoba, studi kelayakan, asesmen terhadap reaksi pelanggan, dan seterusnya. Hal ini bisa terwujud karena SIA memiliki mekanisme umpan balik yang sangat komprehensif, meliputi kagiatan seperti: benchmark terhadap pelayanan terbaik dengan sejenis maupun perusahaan yang berbeda, melakukan survei untuk menangkap suara pelanggan, umpan balik dari crew yang bertugas, dan terlebih adalah ekspektasi pelanggan dan kompetisi yang sangat tinggi menuntut SIA juga harus selalu mampu memberikan pelayanan terbaik.

b. Total Innovation

Pendekatan utama SIA adalah constant inovation, service redesign dan new-service development. Mengantisipasi ekspektasi pelanggan yang tinggi maka SIA selalu mencoba memberikan “wow effect” bagi pelanggannya. Tugas ini diemban oleh product innovation department yang berkelanjutan melihat trend, complaint atau compliment pelanggan, benchmark terhadap maskapai lain, survei-survei yang dilakukan agen perjalanan, dan tidak lupa juga selalu melibatkan karyawan dalam proses inovasi ini.

c. Strategic Synergies

SIA mengoptimalkan semua supply chain-nya untuk menghasilkan kegiatan oprasional yang efisien. Mulai dari katering, perawatan pesawat dan manajemen airport. Bagaian perawtan melakukan tugasnya seefektif mungkin sehingga lebih baik dibanding perusahaan lain. Karena pesawat juga baru maka biaya perawatan jauh lebih rendah yang berdampak juga terhadap konsumsi bahan bakar. Katering juga melakukan upaya terbaik sehingga labih baik dibanding perusahaan lain. Subsidiaries SIA melakukan operasinya dibawah filosofi dan budaya yang sama dengan SIA yang menekankan cost-effective service excellence. Suplier eksternal tidak akan mampu memberikan layanan sebaik dari subsidiaries SIA.

d. Profit Consciousness ingrained in All Employees

Walaupun seluruh karyawan secara total fokus terhadap pelanggan dan perbaikan pelayanan, namun semua pihak baik manajemen dan karyawan juga memiliki kesadaran yang baik akan pentingnya profit dan ke-efektif-an biaya. Semua memiliki paradigma yang sama yaitu bagaimana memuaskan pelanggan dengan cara yang cost-effective. Paradigma dalam benak karyawan adalah lakukanlah yang terbaik bagi pelanggan agar mereka puas, bekerja sefektif mungkin dengan menghindari pemborosan sehingga profit perusahaan akan bertambah besar, sehingga gaji dan bonus yang akan diperoleh juga bisa bertambah.

e. Developing Staff Holistically

Ada lima elemen strategi yang diperapkan oleh SIA dalam memanajemeni sumber daya manusia, yaitu:

  • Proses seleksi dan rekruitmen yang ketat, menghasilkan karyawan yang handal.
  • Investasi yang besar untuk pelatihan karyawan, untuk membentuk pola pikir, pengetahuan dan keterampilan yang baik seputar cost-effective service excellence.
  • Menciptakan kerjasama yang baik sesama karyawan dalam memberikan pelayanan prima kepada pelanggan.
  • Memberdayakan karyawan untuk mengontrol kualitas pelayanan yang diberikan.
  • Menjaga motivasi karyawan dengan sistem pengakuan dan penghargaan.

Dengan menerapkan cost-effective service excellence, SIA membuktikan bahwa mereka mampu menjadi yang terbaik di kelasnya, dan profitnya selalu berada jauh di atas para pesaingnya bahkan sejak tahun 1992, dan hal ini diprediksikan sama pada tahun-tahun mendatang.

Disarikan dari buku “Flying High in a Competitive Industry-Cost-effective Service Excellence at Singapore Airlines” oleh Heracleous, Wirtz & Pangarkar tahun 2006.

Mahyudanil Lubis
PQM Consultants

Cost-effective service excellence is the way of doing business, it’s a journey, the endurance race without finish line