Kamis, 14 Januari 2010

Pentingnya menjaga dan meningkatkan Kualitas Jasa dan Pelayanan


Apa yang dimaksud dengan mutu atau kualitas? Apa hubungan kualitas dengan jasa dan pelayanan? Kualitas atau mutu memang agak sulit didefinisikan apalagi kalau berkaitan dengan jasa dan pelayanan, dimana kualitas akan kita kenali saat kita “mengalaminya”.


Armand Feigenbaum (1956) mendefinisikan kualitas sebagai kegiatan untuk memenuhi harapan pelanggan, sedangkan Kaoru Ishikawa (1986) ahli manajemen mutu dari Jepang mendefinisikan kualitas adalah kepuasan pelanggan. Kalau dilihat dari defenisi para ahli tersebut, jelas sudah bahwa kalau kita kita ingin memberikan jasa dan pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan maka kita harus memuaskan pelanggan. Demikian sebaliknya dengan memuaskan pelanggan sebenarnya kita sudah memberikan kualitas dalam jasa dan pelayanan kita.


Dan untuk memastikan apakah kita sudah memberikan jasa dan pelayanan yang berkualitas untuk itu kita perlu melakukan pengukuran. Karena kualitas yang semakin tinggi akan menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi, sebaliknya kualitas yang semakin rendah akan mengakibatkan keuntungan yang semakin rendah dan menimbulkan biaya yang kelihatan (visible cost) maupun tidak (invisible cost) bagi perusahaan.


Visible cost of poor quality

Tidak berkualitas akan mengakibatkan biaya tinggi, diantaranya akan mengakibatkan:

  • Biaya untuk melayani komplain pelanggan. Komplain pelanggan akan menguras waktu, biaya dan tenaga.
  • Biaya yang timbul karena hilangnya pelanggan. Pelanggan yang ada secara otomatis akan menggerakkan roda bisnis perusahaan. Bisa dibayangkan apabila ada pelanggan yang hilang akibat kualitas jasa dan pelayanan yang buruk.
  • Biaya untuk melakukan pekerjaan ulang (rework). Apabila terjadi service breakdown akibat kualitas jasa dan pelayanan yang buruk pasti akan membutuhkan biaya lebih untuk memperbaikinya.

Invisible cost of poor quality

  • Biaya untuk mengatasi publikasi negatif. Pelanggan yang tidak puas akan memberitahu ke orang lain megenai ketidakpuasannya. Hal ini bisa memberikan image yang buruk bagi perusahaan. Dan biaya untuk menumbuhkan kepercayaan dan menarik pelanggan baru akan lebih tinggi.
  • Biaya untuk menggantikan pelanggan yang hilang. Dari survey yang dilakukan oleh Technical Assistance Research Program (TARP) menunjukkan bahwa mendapatkan pelanggan baru akan membutuhkan biaya lebih tinggi hingga lima kali lipat dibandingkan mempertahankan pelanggan yang ada.
  • Biaya pemasaran yang lebih tinggi. Kualitas yang buruk tidak akan mendapatkan pemasaran gratis yaitu rekomendasi dari mulut ke mulut para pelanggan yang puas.


Banyak perusahaan yang terjebak dalam kepuasan karena hanya sedikit pelanggan yang komplain. Pertanyaan besarnya adalah apabila pelanggan tidak komplain, apakah pelanggan sudah puas? Sebagai ilustrasi dapat digambarkan sebagai berikut:


Pelanggan ke Manajemen

  • Misalkan suatu bank memiliki 1.000.000 pelanggan
  • Apabila 10% saja dari pelanggan tidak puas karena kualitas jasa dan pelayanan yang buruk dalam setahun, maka kondisi ini potensial menimbulkan 100.000 komplain
  • Namun demikian, dibanyak kasus dan sesuai dengan hasil survei TARP, hanya 4% dari pelanggan (atau 4.000 pelanggan) yang aktualnya menyampaikan komplain ke perusahaan. Hal ini jelas mengurangi jumlah pelanggan yang komplain dari 100.000 menjadi 4.000 pelanggan
  • Kenyataannya kebanyakan komplain tersebut tidak sampai ke manajemen, biasanya hanya sekitar 4% dari 4.000 yang akan sampai ke top manajemen. Misalnya pelanggan yang tidak puas akan komplain ke teller, dan biasanya sering kejadian ini tidak dicatat.
  • Jika hanya 4% dari 100.000 pelanggan yang komplain, dan hanya 4% dari komplain ini yang sampai kepada top manajemen (seperti gambar di bawah ini), berarti hanya sekitar 160 komplain per tahun, atau sekitar tiga komplain saja per minggu selama setahun.


The Iceberg of Ignorance

(Chuck Chakrapani, 1998)

  • Sehingga manajemen akan berasumsi bahwa pelanggan yang tidak puas hanya sebanyak 0,16% saja (bukan 10%). Apa yang berikutnya terjadi, manajemen menganggap bahwa bahwa kualiats jasa dan pelayanan tidak ada masalah. Dan apabila kondisi terus berlanjut bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada bank tersebut.


Pelanggan ke orang lainnya

Mungkin banyak pelanggan yang enggan komplain kepada perusahaan apalagi berbicara langsung dengan manajemen perusahaan, namun mereka tidak akan sungkan untuk menyampaikan kepada yang lainnya.

  • Dari survey TARP, pelanggan yang mengalami masalah kecil (transaksi kurang dari $100) dia akan memberitahu kepada sekitar 9 sampai 10 orang tetang hal ini. Dari contoh di atas 100.000 pelanggan yang tidak puas tersebut akan memberitahu kepada sekitar 1.000.000 orang lain.
  • Sehingga 1.000.000 orang akan tahu buruknya kualitas jasa atau pelayanan bank tersebut. Jumlah ini saja sudah sama dengan jumlah pelanggan bank tersebut.
  • Kondisi akan semakin buruk apabila masalah yang terjadi lebih besar (lebih besar dari $100). Pelanggan yang tidak puas bisa menyampaikan kepada lebih dari 16 orang lainnya. Akibatnya apabila 100.000 pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan kepada lebih dari 1.600.000 lainnya (jumlahnya lebih besar dari pelanggan bank tersebut).


Hal-hal tersebut yang seharusnya menjadi perhatian kita akan pentingnya menjaga kualitas jasa dan pelayanan.

Namun hal-hal apa saja dari jasa dan pelayanan yang perlu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya? Dalam dunia jasa dan pelayanan kita mengenal dimensi kualitas jasa dan pelayanan yang disingkat dengan dimensi SERVQUAL (SERVice QUALity). Dimensi kualitas ini diperkenalkan oleh Parasuraman, Zeithalm dan Berry (1988) berdasarkan hasil risetnya, dimana dimensi kualitas ini terdiri dari:


1. Tangibles (Yang Nampak/Terasa)

Penampakkan dari fasilitas fisik, peralatan, orang, serta materi atau dokumen; baik yang tercetak maupun secara visual

2. Reliability (Keandalan)

Kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan akurat, sesuai yang telah dijanjikan

3. Responsiveness (Ketanggapan)

Ketanggapan dan Ketulusan dalam membantu untuk memberikan pelayanan yang cepat

4. Competence (Kemampuan)

Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki dan diperlukan dalam memberikan pelayanan yang efektif

5. Courtesy (Sopan Santun)

Kesopanan, penghargaan, dan tata krama yang dimiliki dalam interaksi pelayanan

6. Credibility (Kepercayaan/Kejujuran)

Kepercayaan (Trustworthiness), dan kejujuran yang dimiliki dan tidak diragukan dalam pelayanan

7. Security (Rasa Aman)

Jaminan Keamanan di dalam proses pelayanan, yang membebaskan diri dari rasa keraguan/ kekhawatiran resiko kerugian material/immaterial

8. Accessability (Kemudahan Dihubungi)

Kemudahan untuk dapat ditemui/dihubungi/ dikontak di saat proses pelayanan berlangsung

9. Communication (Komunikasi)

Mendengarkan dan memahami pelanggan dengan mengedepankan kesepakatan bersama, di dalam memecahkan suatu permasalahan pelayanan

10.Understanding the Customer (Pengertian)

Pemahaman terhadap apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan pelanggan di dalam pelayanan


Kualitas jasa dan pelayanan juga seiring waktu terus menerus harus ditingkatkan oleh perusahaan karena hakikatnya kebutuhan dan harapan pelanggan juga bersifat dinamis, ditambah lagi dengan persaingan yang juga semakin ketat.









Dan apabila kita dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas jasa dan pelayanan maka diharapkan akan berdampak terhadap peningkatkan produktivitas. Produktivitas meningkat akan menghasilkan biaya yang lebih rendah, dan akan berdampak terhadap meningkatnya nilai tambah bagi pelanggan. Semkin banyak pelanggan yang mendapatkan nilai tambah dari jasa dan pelayanan perusahaan sudah dipastikan bahwa keuntungan dan market share perusahaan juga akan meningkat.


Mahyudanil Lubis

Menerapkan Sistem Manajemen Komplain Yang Efektif

Kita semua yang peduli terhadap dunia pelayanan dikejutkan dengan pemberitaan yang luar biasa gencarnya belakangan ini, yaitu kasus ibu sebagai pelanggan dengan salah satu rumah sakit swasta bertaraf internasional di Jakarta. Dengan tidak ada tendensi untuk membela siapa-siapa, pihak mana yang menang biar waktu nanti yang membuktikan. Yang jelas kedua pihak sudah sama-sama mengalami kerugian yang besar.


Kita berharap agar situasi ini jangan sampai kita alami, baik kita sebagai pelanggan maupun kita sebagai posisi pembeli layanan. Yang terpenting adalah bagaimana kita mengambil pelajaran yang bermakna dari kejadian ini. Untuk itu itu ada beberapa hal yang perlu kita cermati, renungkan dan terapkan.


1. Apakah anda sebagai pelanggan atau pemberi layanan sudah membaca UU Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999? Kalau belum, saya sarankan anda luangkan waktu untuk membacanya. Berikut saya lampirkan dalam format pdf. Walaupun judulnya UU Perlindungan Konsumen, namun isinya jelas tidak berat sebelah, karena di dalamnya diatur apa yang menjadi HAK dan KEWAJIBAN PELAKU USAHA (pemberi layanan) serta HAK dan KEWAJIBAN KONSUMEN (pelanggan). Jadi pelayanan memang melibatkan peran dua pihak dan keduanya sama-sama bertanggung jawab demi kesuksesan pelayanan.

2. Apa sih yang dimaksud dengan Komplain? Komplain adalah suatu bentuk pernyataan ketidakpuasan/kekecewaan pelanggan mengenai kebutuhan dan harapan yang tidak terpenuhi. Pernyataan disampaikan dengan berbagai cara, media dan sasaran. Oleh karena itu kita sebagai pemberi layanan harus memastikan bahwa kita tahu apa sih yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pelanggan kita. Jadi kalau ada kebutuhan/harapan pelanggan yang belum terpenuhi maka mereka sudah pasti kecewa dan sedikit pelanggan kita yang mengungkapkan kekecewaannya melalui complain (dari riset TARP hanya sekitar 4%). Kita sebagai penyedia layanan memang sudah kewajiban kita untuk mencoba memenuhinya (sampai batas kewajaran – prinsip pelanggan adalah mitra dan win-win). Dan kita juga harus sadari bahwa kita harus menyiapkan saluran komplain untuk menampung keluhan pelanggan ini, agar mereka tidak mencari saluran lain di luar perusahaan kita.

3. Kenapa melayani komplain penting? Jawabannya bisa banyak sekali, antara lain: peluang utuk memperbaiki pelayanan kita, menjaga image perusahaan, memeuaskan pelanggan, beberapa survey menunjukkan bahwa pelanggan-2 yang kembali dan loyal banyak yang awalmulanya pelanggan complain namun dilayani dengan baik, cepat dan efektif, dll.

4. Apakah semua orang siap menerima komplain? Saya bisa simpulkan masih banyak orang/perusahaan yang tidak siap. Ini adalah masalah paradigm melihat komplain. Banyak orang yang melihat komplain hanya sebagai beban dan masalah. Akibatnya komplain dibiarkan, dihindari, disembunyikan, dll. Seharusnya kacamata kita ganti dengan melihat benefit dalam menangani complain seperti yang ada di point 3 di atas.

5. Hal pertama yang perlu disipakan adalah paradigma melihat komplain, kemudian selalu berpikir positif di tahap awal bahwa komplain pelanggan adalah benar. Apakah semua komplain pelanggan benar? Belum tentu, namun di awal kita harus berfikir positif, agar kita bisa melihat situasinya dengan lebih jernih dan objektif. Karena kalau kita sudah defensif di awal, maka bagaimana kita bisa menciptakan situasi yang kondusif dalam penanganan komplain, malah pelanggan akan malas untuk komplain.

6. Kalau komplain pelanggan tidak semua benar, bagaimana? Kita siapkan langkah-langkah kita sesuai kuadran Barlow-Moller berikut ini:



7. Kalau kita ingin menciptakan sistem komplain yang baik di perusahaan kita, perlu kita siapkan 6 prinsip mendasar, sbb

· VISIBILITY. Apakah kita sudah memiliki dan menyiapkan jalur komplain (CS dept atau bagian lain yang berinteraksi dengan pelanggan, telpon/call center/contact center, email, web, kotak saran, survei, dll)? Kalau sudah, apakah Anda sudah mengkomunikasikannya kepada pelanggan, sehingga jalar ini terlihat oleh pelanggan dan mereka tidak perlu mencari saluran lain di luar perusahaan kita.

· ACCESSIBILITY. Kalau pelanggan sudah tahu, apakah mereka dapat meng-akses-nya dengan mudah, cepat, tidak birokratis/diping-pong, dll? Bisa jadi misalnya telepon gak masuk-masuk, surat tidak dibalas dll akhirnya pelanggan mencari saluran lain.

· RESPONSIVENESS. Kalau complain pelanggan sudah masuk, apakah adanya niat baik/ketulusan kita untuk menanggapi komplain pelanggan tersebut secara cepat dan tepat? Untuk itu perlu dibuatkan standar/KPI lamanya merespon complain.

· FAIRNESS & OBJECTIVITY. Kemudian apakah kita sudah membuat langkah-langkah untuk menindaklanjuti komplain tersebut dengan didasari prinsip win-win, baik dari sisi hasil, prosedur, maupun interaksinya? Untuk itu perlu disiapkan standar yang memuat langkah-langkah penanganan pelanggan yang efektif. Untuk solusi yang diambil tentu kita juga lihat plus minus-nya dengan berbagai pertimbangan. Dan kadang-kadang adakalanya suatu saat kita “kalah” sedikit saat ini namun bisa mendapatkan kemenangan yang lebih besar di masa depan.

· CUSTOMER FOCUS APPROACH. Apakah semua aktivitas, prosedur, sikap dan perilaku saat penanganan komplain sudah ditujukan kepada kepuasan pelanggan? Untuk itu perlu keterlibatan semua pihak di perusahaan (manajemen dan karyawan). Manjemen akan berperan dalam prosedur/system/kebijakan/sikap dan solusinya, sedangkan karyawan nanti akan berperan pada aktivitas/sikap/perilaku saat berhadapan dengan pelanggan.

· CONTINUOUS IMPROVEMENT. Jadikan setiap komplain pelanggan sebagai sumber improvement. Jadikan sebagai bahan pembelajaran, belajar dari pengalaman yang dahulu, untuk menjadi pembelajaran di masa mendatang. Untuk itu setiap jenis komplain termasuk langkah-langkah dalam menanganinya harus didokumentasikan dan disosialisasikan kepada semua pihak yang berkepentingan dalam penanganan komplain sehingga saat muncul komplain yang mirip/sama.


8. Yang terakhir, marilah sama-sama kita terapkan Strategi Penanganan Komplain yang efektif:

a. Lakukan dengan BENAR sejak awal, usahakan jangan melakukan kesalahan, jaga konsistensi kualitas layanan kita setiap saat.

b. TERIMA komplain pelanggan, dan AJAK-lah pelanggan untuk komplain, agar jangan sampai mereka komplain ke pihak lain diluar perusahaan kita atau malah diam saja tapi tidak pernah balik lagi ke perusahaan kita.

c. RESPON komplain SECEPATNYA. Jangan berlama-lama, semakin kita menunda komlain, efeknya akan seperti bola salju yang terus mengelinding dan membesar. Lebih Cepat Lebih Baik.. hehe (kok malah iklan kampanye ya..?)

d. Lakukanlah LANGKAH-LANGKAH PENANGANAN KOMPLAIN dengan baik. Prosedur/Standar disiapkan, para karyawan diberikan pelatihan dan bimbingan agar bisa menjalankan standar tersebut dengan baik.

e. Selesaikan komplain dengan SOLUSI TERBAIK (WIN-WIN). Ambil keputusan dengan bijaksana. Lihat juga Life Time Value (LTV) pelanggan serta dampak-dampak yang mungkin terjadi.

f. Lakukan tindakan PENCEGAHAN. Setiap komplain lakukan prinsip PDCA. PLAN (apa masalahnya, apa akar masalah, apa langkah-langkahnya), DO (lakukan rencana langkah-langkah perbaikan), CHECK (periksa apakah langkah-2 sudah dilakukan, apakah komplain yang sama masih muncul), ACT (buatlah standarisasi untuk mencegah komplain yang sama berulang kembali).


Mahyudanil Lubis