Kita semua yang peduli terhadap dunia pelayanan dikejutkan dengan pemberitaan yang luar biasa gencarnya belakangan ini, yaitu kasus ibu sebagai pelanggan dengan salah satu rumah sakit swasta bertaraf internasional di Jakarta. Dengan tidak ada tendensi untuk membela siapa-siapa, pihak mana yang menang biar waktu nanti yang membuktikan. Yang jelas kedua pihak sudah sama-sama mengalami kerugian yang besar.
Kita berharap agar situasi ini jangan sampai kita alami, baik kita sebagai pelanggan maupun kita sebagai posisi pembeli layanan. Yang terpenting adalah bagaimana kita mengambil pelajaran yang bermakna dari kejadian ini. Untuk itu itu ada beberapa hal yang perlu kita cermati, renungkan dan terapkan.
1. Apakah anda sebagai pelanggan atau pemberi layanan sudah membaca UU Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999? Kalau belum, saya sarankan anda luangkan waktu untuk membacanya. Berikut saya lampirkan dalam format pdf. Walaupun judulnya UU Perlindungan Konsumen, namun isinya jelas tidak berat sebelah, karena di dalamnya diatur apa yang menjadi HAK dan KEWAJIBAN PELAKU USAHA (pemberi layanan) serta HAK dan KEWAJIBAN KONSUMEN (pelanggan). Jadi pelayanan memang melibatkan peran dua pihak dan keduanya sama-sama bertanggung jawab demi kesuksesan pelayanan.
2. Apa sih yang dimaksud dengan Komplain? Komplain adalah suatu bentuk pernyataan ketidakpuasan/kekecewaan pelanggan mengenai kebutuhan dan harapan yang tidak terpenuhi. Pernyataan disampaikan dengan berbagai cara, media dan sasaran. Oleh karena itu kita sebagai pemberi layanan harus memastikan bahwa kita tahu apa sih yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pelanggan kita. Jadi kalau ada kebutuhan/harapan pelanggan yang belum terpenuhi maka mereka sudah pasti kecewa dan sedikit pelanggan kita yang mengungkapkan kekecewaannya melalui complain (dari riset TARP hanya sekitar 4%). Kita sebagai penyedia layanan memang sudah kewajiban kita untuk mencoba memenuhinya (sampai batas kewajaran – prinsip pelanggan adalah mitra dan win-win). Dan kita juga harus sadari bahwa kita harus menyiapkan saluran komplain untuk menampung keluhan pelanggan ini, agar mereka tidak mencari saluran lain di luar perusahaan kita.
3. Kenapa melayani komplain penting? Jawabannya bisa banyak sekali, antara lain: peluang utuk memperbaiki pelayanan kita, menjaga image perusahaan, memeuaskan pelanggan, beberapa survey menunjukkan bahwa pelanggan-2 yang kembali dan loyal banyak yang awalmulanya pelanggan complain namun dilayani dengan baik, cepat dan efektif, dll.
4. Apakah semua orang siap menerima komplain? Saya bisa simpulkan masih banyak orang/perusahaan yang tidak siap. Ini adalah masalah paradigm melihat komplain. Banyak orang yang melihat komplain hanya sebagai beban dan masalah. Akibatnya komplain dibiarkan, dihindari, disembunyikan, dll. Seharusnya kacamata kita ganti dengan melihat benefit dalam menangani complain seperti yang ada di point 3 di atas.
5. Hal pertama yang perlu disipakan adalah paradigma melihat komplain, kemudian selalu berpikir positif di tahap awal bahwa komplain pelanggan adalah benar. Apakah semua komplain pelanggan benar? Belum tentu, namun di awal kita harus berfikir positif, agar kita bisa melihat situasinya dengan lebih jernih dan objektif. Karena kalau kita sudah defensif di awal, maka bagaimana kita bisa menciptakan situasi yang kondusif dalam penanganan komplain, malah pelanggan akan malas untuk komplain.
6. Kalau komplain pelanggan tidak semua benar, bagaimana? Kita siapkan langkah-langkah kita sesuai kuadran Barlow-Moller berikut ini:
7. Kalau kita ingin menciptakan sistem komplain yang baik di perusahaan kita, perlu kita siapkan 6 prinsip mendasar, sbb
· VISIBILITY. Apakah kita sudah memiliki dan menyiapkan jalur komplain (CS dept atau bagian lain yang berinteraksi dengan pelanggan, telpon/call center/contact center, email, web, kotak saran, survei, dll)? Kalau sudah, apakah Anda sudah mengkomunikasikannya kepada pelanggan, sehingga jalar ini terlihat oleh pelanggan dan mereka tidak perlu mencari saluran lain di luar perusahaan kita.
· ACCESSIBILITY. Kalau pelanggan sudah tahu, apakah mereka dapat meng-akses-nya dengan mudah, cepat, tidak birokratis/diping-pong, dll? Bisa jadi misalnya telepon gak masuk-masuk, surat tidak dibalas dll akhirnya pelanggan mencari saluran lain.
· RESPONSIVENESS. Kalau complain pelanggan sudah masuk, apakah adanya niat baik/ketulusan kita untuk menanggapi komplain pelanggan tersebut secara cepat dan tepat? Untuk itu perlu dibuatkan standar/KPI lamanya merespon complain.
· FAIRNESS & OBJECTIVITY. Kemudian apakah kita sudah membuat langkah-langkah untuk menindaklanjuti komplain tersebut dengan didasari prinsip win-win, baik dari sisi hasil, prosedur, maupun interaksinya? Untuk itu perlu disiapkan standar yang memuat langkah-langkah penanganan pelanggan yang efektif. Untuk solusi yang diambil tentu kita juga lihat plus minus-nya dengan berbagai pertimbangan. Dan kadang-kadang adakalanya suatu saat kita “kalah” sedikit saat ini namun bisa mendapatkan kemenangan yang lebih besar di masa depan.
· CUSTOMER FOCUS APPROACH. Apakah semua aktivitas, prosedur, sikap dan perilaku saat penanganan komplain sudah ditujukan kepada kepuasan pelanggan? Untuk itu perlu keterlibatan semua pihak di perusahaan (manajemen dan karyawan). Manjemen akan berperan dalam prosedur/system/kebijakan/sikap dan solusinya, sedangkan karyawan nanti akan berperan pada aktivitas/sikap/perilaku saat berhadapan dengan pelanggan.
· CONTINUOUS IMPROVEMENT. Jadikan setiap komplain pelanggan sebagai sumber improvement. Jadikan sebagai bahan pembelajaran, belajar dari pengalaman yang dahulu, untuk menjadi pembelajaran di masa mendatang. Untuk itu setiap jenis komplain termasuk langkah-langkah dalam menanganinya harus didokumentasikan dan disosialisasikan kepada semua pihak yang berkepentingan dalam penanganan komplain sehingga saat muncul komplain yang mirip/sama.
8. Yang terakhir, marilah sama-sama kita terapkan Strategi Penanganan Komplain yang efektif:
a. Lakukan dengan BENAR sejak awal, usahakan jangan melakukan kesalahan, jaga konsistensi kualitas layanan kita setiap saat.
b. TERIMA komplain pelanggan, dan AJAK-lah pelanggan untuk komplain, agar jangan sampai mereka komplain ke pihak lain diluar perusahaan kita atau malah diam saja tapi tidak pernah balik lagi ke perusahaan kita.
c. RESPON komplain SECEPATNYA. Jangan berlama-lama, semakin kita menunda komlain, efeknya akan seperti bola salju yang terus mengelinding dan membesar. Lebih Cepat Lebih Baik.. hehe (kok malah iklan kampanye ya..?)
d. Lakukanlah LANGKAH-LANGKAH PENANGANAN KOMPLAIN dengan baik. Prosedur/Standar disiapkan, para karyawan diberikan pelatihan dan bimbingan agar bisa menjalankan standar tersebut dengan baik.
e. Selesaikan komplain dengan SOLUSI TERBAIK (WIN-WIN). Ambil keputusan dengan bijaksana. Lihat juga Life Time Value (LTV) pelanggan serta dampak-dampak yang mungkin terjadi.
f. Lakukan tindakan PENCEGAHAN. Setiap komplain lakukan prinsip PDCA. PLAN (apa masalahnya, apa akar masalah, apa langkah-langkahnya), DO (lakukan rencana langkah-langkah perbaikan), CHECK (periksa apakah langkah-2 sudah dilakukan, apakah komplain yang sama masih muncul), ACT (buatlah standarisasi untuk mencegah komplain yang sama berulang kembali).
Mahyudanil Lubis
boleh tau referensi dari artikel trsebut diatas?
BalasHapusmakasih sblumnya..
iya om.... minta referensinya di atas,,,,
BalasHapustolong infonya,
mau ngadain diklat manajemen komplain....
thanks
boleh saya minta referensi artikel diatas? terima kasih..
BalasHapusboleh minta referensi bukunya ?
BalasHapusboleh minta refrensi bukunya?
BalasHapus